Sofware Pemasang Iklan Gratis

Mesin Pengumpul Uang

Flag Visitor

free counters

Jumat, 25 Februari 2011

Are you a man or a mouse blogger?

Are you a man or a mouse as a blogger? Man or a mouse expression is usually used to encourage someone to be brave when they are frightened of doing something.

As I am in touch with many bloggers via this blog, Twitter and London Blog Club, in many cases I feel that the blogger needs some encouragement, inspiration and motivation to get somewhere with the blog.
Hit it out of the blog park

If you want to build an audience and an income, if you want to be your own boss, and make it in the blogging world you need to put a lot of effort into it. I feel like a lot of bloggers are more than satisfied to go for a single instead of trying to really hit the ball out of the park.

If you are not even ready to invest some $2 for your own domain name or some $5 a month for your own hosting account, you really have to think about what you really want to achieve from your blog.

Also if you focus on stuff that worked in 1990′s like writing META tags, submitting your URL to directories or spamming other blogs with “I agree” comments, you also have to think about what your real goal is.

Probably the worst is the one when the blogger is prepared to invest money in paying for ebooks, ecourses and membership sites, but not prepared to learn from it and put the time and effort needed to put something into practice.

If you want to be a man blogger you really must put in the time an effort into it – as Gladwell says put in the 10,000 hours into it.
Examples of mouse vs man behaviour

So my question usually is what do you want from your blog? Are you a man or a mouse blogger?

Here are some examples on what you may be doing that shows that you are not fully committed to your blog and not going for it with 100% effort:

* Free hosting vs your own hosting account
* Free domain vs your own domain name
* Blogger.com, WordPress.com etc. vs self-hosted WordPress
* Submit to directories vs writing guest posts
* Focusing on SEO vs writing great articles that attract readers / links
* Consuming content vs producing content
* Buying the blogging dream vs working on realising your dream

Take control and be the man blogger!
adopted by :http://www.howtomakemyblog.com/

How to complete a work of blog art

Picasso had no problem starting or finishing his work. He said: “Only put off until tomorrow what you are willing to die having left undone.” Tolstoy also: “Finish entirely what you have set for yourself.”

How come is it that many wanna-be bloggers have issues with taking that first step or finishing the last step? Why would people ever waste their time working on something they won’t even finish?

For some bloggers signing off on an endeavor or publishing a piece of work seems to be just as tough as deciding to get started working on it. A while ago I wrote the don’t plan it, just blog it post on a similar subject.
Don’t fall into the perfectionist trap

Many bloggers I talk to have great ideas and plans, but somehow they always find a reason or another to delay realising the idea or plan.

Don’t fall into the perfectionist trap. If you want everything to be perfect you will have hard time starting, there will always be something to work on before you would be happy with the final product.

Get out of your own head. Resist the urge to withdraw into your work. Publish something. Get feedback.

You will recognise that perfectionist thoughts and images in your own head will soon go away and the feedback from real-life users will mean much more and would be much more valuable to you.
It’s incredibly rewarding

Just go ahead, install the blog, or click on the publish button on the blog post you have been trying to perfect.

It’s incredibly rewarding to know you accomplished the task and actually have released some piece of work into the public – be it an empty blog design or a first blog post.

Only then will you understand that all the time wasted thinking and planning could have been used in getting your name and your content out to new people – and that is the goal that you are looking for.
Adopted From :www.howtomakemyblog.com

Kamis, 24 Februari 2011

DEWA IKLIM TITISAN MANUSIA ABAD 21

Oleh : Taufik Mubarak*
Alkisah, 21 abad sebelum masehi yang lalu, di sebuah kerajaan antah berantah musibah kelaparan melandahnya. Kerajaan yang dipimpin oleh raja yang bernama Chin benar-benar berada di titik nadir. Tiap hari ratusan rakyatnya meninggal karena kelaparan. Kerajaan yang sebelumnya hidup makmur tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat.
Negeri ini sudah lima tahun tak disapa hujan, telaga, sungai dan danau tidaklah berair. Panen pun tak jadi-jadi. Inilah yang membawa derita rakyat. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Rakyat sepertinya tak bisa berfikiran logis lagi. Mayat-mayat yang bergelimpangan mulai dimakannya. Maka lahirlah manusia-manusia kanibal.
Raja Chin sepertinya tak bisa banyak berbuat lagi.Dia terus merenungi penuh penyesalan. Menyesali perbuatannya yang menyebabkan rakyatnya menderita. Benaknya terus dihantui perasaan bersalah tak termaafkan. Benaknya sesak dengan kata-kata ”andai saja”. Yah…andai saja dia tidak menolak permintaan raja dari kerajaan sebelah.
Asal muasal musibah ini, sebenarnya karena salah Raja Chin juga. Raja Chin sang titisan manusia menolak permintaan Raja Chun, sang penguasa kerajaan sebelah untuk menukar guci emasnya dengan mustika dewa dari kerjaan sebelah. Hal ini membuat Raja Chun yang merupakan titisan dewa langit menjadi murka.
Kemurkaan Raja Chun dilapiaskan dengan meminta Dewa Langit yang merupakan mbah-nya untuk tidak menurunkan hujan di kerajaan Raja Chin. Karena Raja Chun merupakan titisan kesayangan Dewa langit sang penguasa hujan, maka hujan pun tak turun-turun lagi di kerajaan Raja Chin. Raja Chin tak kuasa membawa rakyatnya keluar dari penderitaan ini. Raja Chin hanyalah titisan manusia yang tak mampu berhubungan langsung dengan Dewa Langit, sang pengatur iklim
Ditemani istri tercintanya, Raja Chin terus merenung di biliknya. Hanya sesekali keluar menerima laporan hulubalang yang ditugaskan untuk memantau situasi. Dalam perenungannya tiba-tiba sang raja dikejutkan dengan kedatangan sepasang burung merpati putih membawa sepucuk surat.
Surat tersebut ternyata dari Raja Chun. Setelah membaca surat tersebut dengan seksama, wajah raja pun tampak sumringah. Bagaimana tidak, ternyata surat tersebut berisi sebuah permohonan dari Raja Chun kepada Raja Chin untuk menikahkan putranya dengan putrinya dengan imbalan hujan akan diturunkan kembali di kerajaan Raja Chin. Rupanya putri Raja Chun punya perasaan mendalam kepada putra Raja Chun.
Tanpa pikir panjang Raja Chin beserta putranya menyanggupi permintaan Raja Chun. Penderitaan pun berakhir. Rakyat kerajaan antah berantah kembali hidup tenteram.
Bumi terus berputar, pergantian siang dengan malam terus berulang. Tak terasa, manusia telah berada di abad 21 masehi. Cerita dari negeri antah berantah pun ternyata hanyalah dongeng. Tetapi kejadian di negeri antah berantah 21 abad sebelum masehi sepertinya akan benar-benar terjadi di kehidupan nyata abad 21 masehi. Anomali cuaca menjadi kekhawatiran bersama manusia saat ini. Ancaman kelangkaan pangan karena anomali cuaca sepertinya sudah berada di depan mata.
Menurut WHO, penurunan produksi pangan dunia pada periode (2009-2015) diprediksi mengalami penurunan sebesar 5 persen. Terjadinya penurunan produksi pangan dunia berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Menurut prediksi PBB populasi dunia tahun ini akan mencapai angka 7 milyar penduduk, dan akan meningkat 9 milyar pada tahun 2050.
Jika kedua prediksi ini benar-benar menjadi sebuah realitas, maka Teori Malthus yang menyatakan peningkatan penduduk akan mengikuti deret ukur sementara peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung, akan usang ditelan zaman. Tetapi teori yang berlaku kira-kira bunyinya seperti ini : peningkatan penduduk akan mengikuti deret ukur sementara produksi pangan dunia akan menurun seperti deret hitung.
Bagi Manusia Abad 21 Masehi, hal terpenting yang harus dilakukan menanggapi prediksi-prediksi tersebut adalah menyiapkan payung sebelum hujan. Dan jika seandainya kehidupan dunia masih seperti yang digambarkan pada mitologi kuno di bagian awal tulisan ini, maka tugas kita tinggal menemui manusia titisan Dewa Langit sang pengatur iklim untuk mengatur cuaca sebagaimana biasanya. Tetapi kehidupan dunia seperti itu hanyalah mitos yang tak layak dipercaya keberadaannya.
Lantas, langkah kongkrit seperti apa yang mesti diperbuat?
Mengambil inspirasi dari cerita mitos pada awal tulisan ini, maka menjelma menjadi Dewa Iklim Abad 21 adalah hal yang harus dilakukan. Dewa Iklim titisan Manusia Abad 21 dengan tugas mengatur iklim untuk menyelamatkan Manusia Abad 21, kelahirannya bukanlah sebuah kemustahilan.
Bukankah manusia abad 21 memiliki senjata ampuh yang bernama “Teknologi”? Dengan senjata teknologi, merekayasa iklim bukanlah sebuah kemustahilan. Manusia Abad 21 yang mampu merekayasa iklim inilah kemudian menjelma menjadi Dewa Iklim Abad 21, sang pengatur iklim, penyelamat manusia.
Sebenarnya usaha-usaha untuk merekayasa iklim sudah dimulai saat ini, yang dapat merupakan cikal bakal lahirnya dewa iklim titisan manusia. Menurut berita yang dikutip dari i.dailymail.co.uk, Ilmuwan mengklaim telah menurunkan hujan di Al Ain, di Timur Abu Dhabi, menggunakan teknologi yang didesain untuk mengontrol cuaca. Teknologi ini diklaim mampu mengubah cuaca di sebuah wilayah dari keadaan cerah menjadi hujan. Kebanyakan hujan dihasilkan di puncak musim panas, Juli dan Agustus. Para ilmuwan bekerja secara rahasia atas perintah presiden Uni Emirat Arab, Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan.
Senjata teknologi juga tak hanya mampu menciptakan rekayasa cuaca secara fisik, tetapi juga dapat digunakan merekayasa cuaca secara biologis. Dalam hal ini digunakan untuk mengembalikan alam sebagaimana mestinya. Dengan teknologi rekayasa iklim, usaha konservasi alam dapat direkayasa semaksimal mungkin, sehingga pemulihan kondisi alam mendapat kepastian untuk diwujudkan.
Senjata teknologi memungkinkan kita sebagai Manusia Abad 21 untuk terhindar dari kelaparan karena kelangkaan pangan. Teknologi rekayasa genetika terbukti memungkinkan manusia memodifikasi genetik terhadap tanaman, sehingga manusia abad 21 dapat terbebas dari kelangkaan pangan. Bahkan dengan senjata teknologi, kita dapat memaksa Maltus merevisi teorinya, jika saja beliau masih hidup. Teori Maltus yang dapat dirubah adalah pasal yang berbunyi “peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung” menjadi “produksi pangan yang mengikuti deret ukur”, karena teknologi.
*Penulis adalah Pengurus Kammi Daerah Makassar, Alumni Fak. Kehutanan
Unhas

Rabu, 16 Februari 2011

Jumat, 08 Oktober 2010

Jangan Memalak Negara

Oleh : Taufik Mubarak*

‘ Janganlah selalu berfikir apa yang akan diberikan negara untukmu tetapi selalu berfikirlah apa yang akan engkau berikan kepada negara”

Sebuah ungkapan filosofis yang masih tersisa dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di bangku SMA. Ungkapan ini tiba-tiba kembali terekam di alam sadarku ketika dana aspirasi senilai 15 miliar per anggota DPR diwacanakan oleh sebagian kalangan anggota dewan yang terhormat. Wacana ini pertama kali diusulkan oleh Fraksi Partai Golkar dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 25 mei 2009. Apabila usulan ini disetujui, negara harus menyiapkan anggaran sebesar Rp. 8,4 triliun per tahun untuk 560 anggota dewan. Menurut Harry Azhar Aziz, anggaran ini bertujuan untuk mengoptimalkan peran anggota DPR terhadap daerah pemilihannya
Suara kontra mulai bermunculan dari berbagai kalangan. ICW (Indonesia Coruption Watch) menilai dana aspirasi Rp 15 miliar yang diajukan anggota DPR merupakan pembajakan APBN. Mereka meminta Presiden SBY segera mengambil sikap politik atas usulan itu. Pemerintah yang diwakili oleh menteri keuangan Agus Martowardoyo sepertinya berada satu kubu dengan ICW. Menurut menteri keuangan pengucuran anggaran itu berisiko memunculkan dampak kontraproduktif karena alokasi dana per daerah pemilihan tersebut tidak akan membantu upaya pemerintah terkait dengan kebijakan menyeimbangkan pendapatan negara dari unsur pajak di tiap daerah. Ketika usulan ini disepakati maka daerah yang memiliki jumlah penduduk padat tentu akan mendapatkan anggaran lebih besar. Sebab, keterwakilan para anggota DPR itu adalah berdasar jumlah penduduk di suatu daerah. Dapil Jawa dan Bali hampir dipastikan akan mendapatkan anggaran lebih besar daripada dapil luar Jawa dan Bali. Begitu pula, dapil-dapil di wilayah bagian barat Indonesia yang penduduknya lebih padat tentu akan mendapatkan alokasi lebih tinggi daripada dapil-dapil di wilayah bagian timur.
Ditinjau dari segi regulasi, usulan ini berpotensi melanggar UU No. 17 tahun 2005 tentang keuangan negara, khusunya pasal 3 yang menyatakan menyatakan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Berdasarkan regulasi ini maka pelanggaran terhadap efisiensi pengelolaan negara berpotensi terjaji. Penganggaran yang membutuhkan dana 8,4 trilin per tahun dapat dikatakan kurang efisien mengingat anggaran negara yang masih sangat terbatas dibanding dengan beberapa negara lain.
Usulan dari sebagian kalangan anggota dewan tersebut dapat dikatakan sebuah terobosan baru yang dapat bernilai positif. Hal ini karena anggaran ini setidaknya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsitituen yang tidak ter-cover oleh anggaran dari pemerintah (eksekutif). Akan tetapi melihat kondisi keuangan negara saat ini maka sepertinya usulan ini belum saatnya direalisasikan. Anggaran yang dimiliki negara saat ini akan kewalahan untuk memenuhi usulan tersebut. Masih banyak sektor yang membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Khusus untuk sektor pendidikan, anggaran yang dibutuhkan sebesar 20 persen dari total APBN. Selain itu utang luar negeri yang terus menumpuk juga membutuhkan anggaran tak sedikit untuk pembayarannya.

Untuk itu pemaksaan agar usulan ini diterima oleh anggota dewan yang lain baiknya diurungkan. Karena ketika hal ini terus dipaksakan untuk diterima maka apa bedanya dengan tukang palak di jalan-jalan yang selau memeras korbannya. Mungkin bedanya hanyalah pada pada korban. Jika pemalak di pinggir jalan korbannya adalah para individu maka pemalak berdasi di gedung dewan korbannya adalah negara. Jadi jangan memalak negara. Barangkali kalimat pembuka dari tulisan ini dapat menjadi bahan perenungan. Bukankah negara ini telah terlalu banyak berkorban untuk kita. Sudah saatnya berkorban untuknya.
Hal yang paling rasional dilakukan oleh anggota dewan untuk saat ini adalah bagaimana perfikir agar program-program pemerintah saat ini dapat berjalan lancar dan memenuhi target. Untuk menjamin kelancaran dari program pemerintah maka peningkatan pendapatan negara harus menjadi salah satu prioritas utama. Peran anggota dewan dalam hal ini adalah menemukan jalan agar pendapatan negara meningkat sekaligus berfikir bagaimana cara agar utang luar negeri dikurangi atau dilunasi. Ketika keuangan negara memungkinkan untuk memenuhi keinginan sebagian anggota dewan tersebut, maka barulah direalisasikan.
Pembenahan internal anggota dewan juga mutlak dilakukan agar program ini berhasil ketika direalisasikan nantinya. Hal yang paling urgen dan mendesak yang perlu dilakukan di internal anggota dewan adalah perlunya reformasi moral. Hal ini karena hingga saat ini masih saja ada oknum anggota dewan yang belum terbebas dari praktek KKN dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya. Reformasi moral ini jangan hanya sampai pada selembar kertas yang diberi nama undang-undang dan sebagainya, tetapi lebih dari pada itu implementasi nyata dalam bentuk praksis jauh lebih penting.

Mengkaji Pemulihan Hak Pilih Anggota TNI/Polri

Oleh : Taufik Mubarak*
Wacana pemulihan hak pilih anggota TNI/Polri kembali bergulir ke ruang pablik. Wacana ini sebenarnya sudah diawali sejak pasca pemilu 2004. Wacana ini berawal dari keinginan mantan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto agar anggota TNI kembali diberi hak pilih pada pemilu 2009. Hal ini kemudian kembali mengemuka setelah Presiden SBY memberikan restu atas wacana ini pada pekan lalu. Publik pun terbagi menjadi pihak yang pro dan kontra.
Pihak yang pro antara lain beralasan bahwa anggota TNI merupakan bagian dari warga Negara yang mempunyai hak yang sama dengan warga Negara lain untuk memilih atau menyalurkan aspirasinya pada pemilu. Menurut mereka, di hampir semua Negara anggota militer diberikan hak yang sama dengan warga Negara lain, untuk memilih pada pemilu. Bahkan di beberapa Negara tentara tidak hanya diberi hak pilih tetapi juga hak untuk dipilih di tingkatan lokal. Sementara pihak yang kontra beralasan bahwa hingga kini belum saatnya TNI/Polri dipulihkan hak pilihnya karena reformasi di tubuh kedua institusi ini belum berjalan sebagaimana mestinya.
Ditinjau dari asal muasal pencabutan hak pilih bagi TNI/Polri, maka kita tak dapat terlepas dengan masa Orde Baru, dimana kedua institusi ini dijadikan alat untuk mempertahankan rezim pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto yang notabene berasal dari kalangan militer. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Presiden Suharto tidak hanya menjadikan TNI/Polri sebagai alat pertahanan dan keamanan, tetapi juga menjadikannya sebagai kekuatan sosial, politik, dan ekonomi yang punya akses berlebih untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Posisi istimewa TNI/Polri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kemudian berakhir pada tahun 1998, setelah terjadinya gerakan reformasi yang berhasil meruntuhkan rezim yang telah memberinya tempat isitimewa yaitu Rezim Orde Baru. Reformasi di tubuh TNI/Polri pun mulai dilaksanakan dengan mengubah paradigm, peran dan fungsi, serta tugas TNI/Polri. Dari segi konstitusi, reformasi tersebut dapat dilihat dari Tap MPR No.VI/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri serta Tap MPR No.VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Sementara peraturan yang mengatur hak pilih anggota TNI tertuang dalam pasal 5 Tap MPR No VII/MPR/2004 yang menyebutkan, "Anggota Tentara Nasional Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) paling lama sampai dengan tahun 2004". Peraturan-peraturan pada prinsipnya bertujuan agar tercipta sikap profesional dari kedua institusi ini dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Melihat sejarah masa lalu TNI/Polri dibidang perpolitikan, maka dapat dikatakan bahwa pencabutan hak pilih anggota TNI/Polri dilatari oleh penyimpangan yang dilakukan oleh internal kedua istitusi ini sendiri. Mereka melampaui kewenangan yang seharusnya mereka perankan yaitu menjaga pertahanan dan keamanan Negara. Hal ini kemudian diperparah dengan penyimpangan yang dilakukan oleh mereka dalam menjalankan peran superiornya. Mereka melakukan tekanan yang represif terhadap masyarakat sipil yang salah satu bentuknya dengan pembatasan gerak masyarakat sipil dalam berbagai hal. Tidak hanya sampai disitu, mereka juga melakukan monopoli kekuasaan baik di Lembaga Legislatif, Yudikatif, maupun Eksekutif. Khusus di Lembaga Eksekutif, mereka memasukkan anggota aktif untuk menjabat Kepala Daerah baik di Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II. Sementara di Lembaga Legislatif dapat dilihat dari pembentukan Fraksi TNI/Polri di DPR. Tekanan yang diberikan oleh militer terhadap masyarakat sipil kemudian membuat masyarakat sipil bereaksi dengan memberikan dengan tekanan balik yang klimaksnya pada reformasi 1998. Reformasi ini kemudian melahirkan agenda reformasi terhadap institusi militer dalam hal ini TNI/Polri. Jadi dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pencabutan hak pilih anggota TNI/Polri disebabkan oleh trauma politik masa lalu kalangan sipil terhadap sejarah perpolitikan anggota TNI/Polri. Pencabutan hak pilih ini semacam sangsi terhadap kesalahan masa lalu TNI/Polri.
Pencabutan Hak pilih anggota TNI/Polri terus berlaku sampai pemilu 2009. Ketika wacana ini kembali mencuat ke ruang publik, pertanyaan utama yang kemudian mengemuka adalah apakah TNI/Polri sudah siap untuk diberi kembali hak pilihnya? Apakah mereka sudah bisa memberikan jaminan untuk tidak melakukan penyimpangan terhadap hak politiknya ketika sudah dikembalikan/dipulihkan?
Penyikapan terhadap wacana ini harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan pertimbangan yang matang oleh anggota TNI/Polri, khususnya para petingginya, yang merupakan penentu utama pengambilan kebijakan. Pemulihan hak pilih anggota TNI/Polri sebaiknya tidak dipaksakan baik oleh pihak TNI/Polri maupun pihak lain . Khusus pihak TNI/Polri, sebaiknya sebelum menyatakan kesiapan untuk dipulihkan kembali hak pilihnya, mereka terlebih dahulu harus memastikan apakah reformasi di kubu TNI/Polri sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika hal ini tidak dilakukan, maka pemulihan hak pilih anggota TNI/Polri hanya akan menimbulkan masalah internal.
Beberapa hal negatif bagi internal yang kemungkinan terjadi jika TNI/Polri meyatakan kesiapannya menerima kembali hak pilihnya, padalah reformasi di kubu TNI/Polri belum tuntas seperti, pertama : terjadinya perpecahan internal di dalam kubu TNI/Polri utamanya disebabkan oleh masalah pilihan dalam pemilu. Hal ini karena dalam realitasnya, banyak pensiunan TNI/Polri yang ikut bersaing dalam pemilu, khususnya Pemilu Legislatif. Dengan banyaknya pensiunan yang ambil bagian dalam pemilu, maka peluang terjadinya pengkotakan tidak sehat antar anggota TNI/Polri aktif dalam politik menjadi terbuka. Pengkotakan tidak sehat inilah yang menyebabkan perpecahan. Kedua : Anggota TNI/Polri rawan ditarik kembali masuk kedalam ranah politik praktis oleh pensiunan mereka sendiri yang terlibat politik praktis. Pelibatan mereka yang sangat memungkinkan adalah pelibatan secara informal. Hal seperti ini sangat mungkin terjadi, apalagi dalam kubu militer mempunyai kultur yang namanya senioritas dan sistem komando.
Untuk itu, reformasi di kubu TNI/Polri mutlak dilakukan sebelum mereka mendapat pemulihan hak pilih. Setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh TNI/Polri sebagai rangkaian dari reformasi internal anatar lain: Pertama membagun sikap professional pada anggota TNI/Polri dalam menjalankan tugasnya. Mereka harus menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya dengan baik dengan tidak melampaui batas kewenangan yang telah diberikan. Selain itu anggota TNI/Polri harus merespon perkembangan eksternal, guna dijadikan pertimbangan dalam menjalankan reformasi di internalnya. Kedua, memperbaiki kesejahteraan anggotanya utamanya yang berpangkat rendah. Kesejahteraan dapat menghindarkan anggota TNI/Polri dari kemungkinan pemamfaatan jasa mereka oleh pihak tertentu untuk meraih kepentingan pribadi atau golongannya dalam bidang politik, khususnya pada saat pemilu. Peningkatan kesejahteraan ini salah satunya dapat dilakukan dengan cara mengurangi perekrutan anggota TNI/Polri. Hal ini karena dalam perkembangan dunia pertahanan keamanan, jumlah anggota militer tak lagi menjadi penetu utama, tetapi tergantikan oleh teknologi. Dengan pengurangan rekrutmen anggota TNI/Polri, maka akan ada anggaran yang tidak terpakai. Anggaran yang tidak terpakai inilah dapat dialihkan pengalokasiannya untuk teknologi pertahanan keamanan serta untuk meningkatkan kesejateraan anggotanya.
*Penulis adalah Pengurus KAMMI Daerah Makassar.

Kamis, 12 Agustus 2010

Pembuatan dan Sifat Bio-pot untuk Pembibitan Tanaman Hutan

ABSTRAK


Taufik Mubarak (M 121 05 009) Pembuatan dan Sifat Bio-pot Untuk Pembibitan Tanaman Hutan Dibawah Bimbingan Musrizal Muin dan Muh. Restu


Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menemukan wadah ramah lingkungan untuk persemaian tanaman hutan dengan bahan organik sebagai bahan dasar. Penemuan ini meliputi teknologi pembuatan dan penentuan sifat produk yang dihasilkan. Kegunaan dari penelitian ini adalah produk yang ditemukan dapat digunakan dalam persemaian tanaman hutan sebagai alternatif untuk mencegah kerusakan tanah akibat penggunaan polybag berbahan plastik.


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009-Juni 2010. Penelitian bertempat di Laboratorium Keteknikan dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan, Program Studi Teknologi Hasil Hutan dan Laboratorium Silvikultur, Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, serta Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.


Hasil Penelitian menunjukkan bahwa bio-pot yang dihasilkan dari jenis campuran kertas koran dengan kotoran ternak merupakan bio-pot dengan daya serap air tertinggi sedangkan bio-pot jenis campuran kertas koran dengan daun leguminaceae merupakan jenis bio-pot dengan daya serap air terendah. Bio-pot akan mengalami kerusakan di lapangan ketika diangkat dalam kondisi jenuh air sehingga pengangkutannya hanya dapat dilakukan pada saat bio-pot dalam kondisi kering dan telah bersatu dengan media tanam. Unsur nitrogen (N), posfor (P), kalium (K) yang terkandung di dalam bio-pot yang terbuat dari campuran kertas koran dengan kotoran ternak dan campuran kertas koran dengan daun leguminaceae masing-masing sebesar 37,37 ppm, 828 ppm, 3660 ppm dan 24,87 ppm, 544,77 ppm, 3380 ppm serta dapat tercuci untuk digunakan oleh tanaman dengan laju pencucian masing-masing sebesar 0,035%,0,28%, 0,55% dan 0,088%, 0,27%, 0,59% dalam 6 hari.